celamat datang di daniq blog cilahkan lihat lihat eitss gak boleh copas lohh,heheh mathurtengkiiuuu...... www.daniqmanik.com: Go Green LAKE TOBA

Minggu, 29 Mei 2011

Go Green LAKE TOBA

<ditulis setelah mengikuti acara Horas Indonesia di Tokyo, 2010)
Sabtu, minggu yang lalu, saya menghadiri sebuah acara pagelaran seni yang diselenggarakan oleh kawan-kawan PERMATA Sakura (Perkumpulan Masyarakat Batak di Jepang). Pagelaran seni yang diberi nama Horas Indonesia 2010 tersebut mengambil tema Go To Green Lake Toba (Hijaukan Danau Toba).
Kalau kulihat proposal kegiatan yang dimuat di facebook grup PERMATA Sakura, salah satu latar belakang dari pelaksanaan acara ini adalah adanya kagalauan di hati kawan-kawan yang tergabung dalam PERMATA Sakura mengenai keberadaan hutan untuk menopang ekosistem lingkungan hidup di sekitar Danau Toba. Kegalauan dan keprihatinan ini dipicu oleh kondisi dimana daerah hulu Danau Toba yang sudah mulai menggundul akibat penebangan hutan yang tidak terkendali. Dengan demikian, melalui pagelaran seni ini, PERMATA Sakura ingin memberikan kontribusinya bagi Danau Toba. Ikut serta berpartisipasi menggalang dana untuk menghijaukan kembali kawasan Danau Toba. Dan selain bertujuan untuk menggalang dana, pagelaran ini juga bertujuan untuk memperkenalkan kawasan Danau Toba sebagai salah satu daerah tujuan wisata ke masyarakat Jepang. Biar mereka tak hanya tahu Bali, Bali dan Bali lagi.
Secara umum saya bisa katakan bahwa pagelaran seni tersebut berjalan lancar dan sukses. Kerja keras panitia dan dukungan para sponsor tidaklah sia-sia. Rangkaian tarian tor-tor mula-mula, tari gabor (bali), penampilan grup angklung, tari telek (bali), tari angin
mamiri, persembahan lagu lagu Batak yg dibawakan oleh grup paduan suara yang beranggotakan orang Jepang (Tokyo lagu-lagu kai), tarian medan berantai (tari kaparinyo, selayang pandang, gondang hata sopisik, terang bulan) yang ditampilkan secara berurutan
telah berhasil memukau seluruh penonton yang hadir. Saya sampai merinding saat mendengar lagu “Butet” yang dimainkan oleh grup angklung dan saat mendengar lagu “Nasonang do hita nadua” yang dibawakan oleh paduan suara  “Tokyo lagu-lagu kai”. Di sela-sela acara, panitia juga melakukan pemutaran video yang bertema “Lungun ma ho di tano batak”. Video ini menggambarkan kondisi Danau Toba saat ini, kondisi hutan di sekitar danau toba saat ini, dan ajakan untuk ikut berpartisipasi membantu pembenahan ekosistem di sekitar Danau Toba.
Pagelaran seni ini bisa saya katakan mencapai dua sukses. Selain sukses penampilan di panggung, menurut saya acara ini juga tergolong sukses dilihat dari jumlah penonton yang hadir. Dari sebelah kiri, bagian belakang gedung bisa saya amati bahwa penonton yang hadir cukup banyak, dan sebagian besar dari penonton yang hadir itu adalah orang Jepang. Orang-orang yang diharapkan mau berbagi informasi tentang Danau Toba kepada orang-orang Jepang lainnya.
Terlepas dari suksesnya pelaksanaan pagelaran seni Horas Indonesia 2010, dalam kesempatan ini saya ingin memberi catatan khusus kepada panitia kegiatan. Menurut saya, dalam hal acara penyerahan penghargaan, mereka sudah layak menerima tepuk tangan sambil berdiri. Dalam hal dunia per-facebook-an, mereka sudah layak menerima banyak jempol. Saya salut dengan pengorbanan pikiran, waktu, tenaga, dan materi yang telah mereka untuk Danau Toba. Untuk Danau Toba yang lebih hijau dan bersih.
Membayangkan semangat dan unjuk kerja panitia ini, saya jadi berpikir tentang fenomena orang-orang batak perantauan yang telah memberikan pikiran dan tenaga mengenai pengembangan bona pasogit, khususnya kawasan Danau Toba. Setahu saya, saat ini ada
beberapa perkumpulan formal maupun tidak formal di Indonesia yang bertujuan untuk pengembangan kawasan Danau Toba. Sepanjang yang saya baca di media massa, sudah banyak yang mereka lakukan, seperti: pelaksanaan seminar, malam dana, penanaman pohon, penebaran benih ikan, dll. Selain kegiatan kawan-kawan di Indonesia, saya juga jadi ingat seorang kawan yang tinggal Inggris, yang aktif dalam gerakan pengembangan pariwisata Danau Toba. Melalui gambar-gambar di facebook, saya bisa melihat kegiatan pagelaran seni batak yang dilakukan oleh kawan-kawan di amerika dan jerman.
Satu hal yang bisa saya simpulkan dari fenomena di atas yaitu bahwa masih banyak orang-orang di perantauan yang memberikan hati, pikiran bahkan tenaga untuk pengembangan bona pasogit, khususnya kawasan danau toba. Ada yang melakukan tindakan langsung, ada pula tindakan yang tidak langsung. Ada tindakan yang berhasil diliput media, dan ada juga yang tidak diliput media.
Saat asyik mendengar lagu “O Tano Batak” melalui alunan angklung, tiba-tiba angan-angan saya tertuju ke wilayah kawasan Danau Toba. Kawasan yang sedang “dijual” melalui pagelaran seni Horas Indonesia 2010 tersebut. Kawasan yang untuk sementara saya
tinggalkan sekitar satu setengah tahun yang lalu. Dalam angan-angan itu, saya jadi teringat dengan sikap pemerintah daerah di sekitar Danau Toba yang menurut saya belum berpikir dan berusaha optimal untuk menjaga lingkungan kawasan Danau Toba. Sikap yang
cenderung kontradiktif dibanding para anak rantau yang rela memberi pikiran dan tenaga untuk danau toba. Termasuk di dalamnya pikiran dan tenaga kawan-kawan panitia Horas Indonesia 2010.
Saya menilai bahwa dalam hal pengelolaan lingkungan Danau Toba, pemerintah daerah (pemda 7 kabupaten) masih cenderung bergerak dalam tataran konsep. Kalaupun ada program yang dilakukan, program ini hanya berdasar pada proyek saja. Tidak ada perencanaan yang matang, tidak ada evaluasi terhadap program yang telah dilakukan, dan juga hampir tidak ada program yang berkelanjutan. Padahal, menurut saya, pemerintah daerah memiliki peranan yang sangat penting untuk menjaga kelestarian lingkungan danau toba. Mereka punya uang, mereka punya sumber daya manusia, dan mereka bisa membuat kebijakan yang dituangan dalam peraturan.
Memang, beberapa tahun yang lalu sudah dibentuk satu forum yang melibatkan kepala daerah 7 kabupaten yang terletak di kawasan danau toba. Namun, sampai saat ini belum terlihat output yang nyata dari forum ini. Sepertinya masing-masing pemda masih bergerak sendiri-sendiri. Atau mungkin mereka malah diam sendiri-sendiri.
Saya prihatin dengan berita penangkapan Kadis Kehutanan Toba Samosir. Kadis ini ditangkap karena disangka membuat kesalahan dalam penerbitan izin penebangan kayu tanah milik (IPKTM). Entah kenapa, saya juga sangat emosi membaca tanggapan salah seorang pejabat daerah Samosir saat menanggapi bencana banjir di Samosir baru-baru ini yang telah menewaskan satu orang dan membuat empat warga hilang. Kepada wartawan Kompas, Asisten Pemerintahan Kabupaten Samosir, Ombang Siboro, menyatakan bahwa belum jelas warga dari mana yang melakukan perambahan kawasan hutan di Tombak Haranggaol. Dia berkata, “Itulah  makanya kami minta Pemprov Sumut agar membantu mengatasi persoalan tapal batas kabupaten ini, biar jelas nanti kawasan tangkapan air ini dijaga oleh pemerintah kabupaten yang mana. Kalau tanpa kejelasan begini, tak ada yang berwenang menjaga kawasan tersebut”.
Menurut saya, apa yang disampaikan pejabat daerah ini sangat tidak masuk akal. Mencari alasan, tetapi jauh panggang dari api. Dua kabupaten yang dia sebutkan sudah lebih dari lima tahun berdiri, tetapi mengapa persoalan tapal batas ini baru dibicarakan sekarang? Kalau sudah ada forum 7 kabupaten, trus mengapa harus menunggu campur tangan provinsi? Apakah mereka tak bisa bertemu, berdiskusi, dan mencari keputusan terbaik untuk daerah dan masyarakat. Apakah mereka tak bisa lebih memikirkan kepentingan masyarakat dibanding memajukan ego pemerintahan masing-masing?
Memang masih banyak persoalan yang dihadapi dalam rangka menjaga lingkungan kawasan danau toba. Semua pihak harus terlibat, meliputi: pemerintah daerah, masyarakat sekitar, pelaku usaha, dan anak rantau. Di antara pihak-pihak ini, saya berpandangan bahwa pemerintah daerah harus berfungsi sebagai “leader”, bertugas untuk memimpin komponen-komponen lainnya. Alasan untuk mendahulukan peran pemerintah daerah adalah karena selain mempunyai uang, sumber daya manusia, dan peraturan, pemerintah daerah merupakan organisasi yang terstruktur. Karena jalur komandonya lebih jelas, maka pemberdayaan organisasi ini juga  cenderung lebih mudah untuk dilakukan dibanding komponen-komponen yang lain.
Atas dasar itu, untuk mengoptimalkan peran pemerintah daerah dalam rangka menjaga kelestarian kawasan Danau Toba, maka pemerintah daerah perlu didorong untuk melakukan tindakan-tindakan yang lebih nyata dan lebih efektif. Dalam hal tindakan teknis dan nyata, beberapa hal yang bisa kita sampaikan kepada mereka, di antaranya:
1. Mereka perlu didorong untuk melakukan pendataan yang lebih baik tentang hutan di masing-masing kabupaten. Membuat data yang valid mengenai hutan yang bisa berproduksi atau kawasan yang tergolong hutan lindung.
2. Mereka perlu didorong untuk membuat peraturan daerah yang lebih jelas mengenai pengelolaan hutan. Peraturan daerah yang lebih jelas ini ditujukan untuk menghindari pembalakan liar yang mempunyai izin dari oknum-oknum tertentu di pemerintahan. (seperti kasus yang terjadi di Tobasa).
3. Mereka perlu didorong untuk membuat peraturan daerah mengenai pengelolaan lingkungan di sekitar danau toba. Dengan adanya peraturan daerah ini, diharapkan program dan anggaran yang berkelanjutan bisa diwujudkan.
4. Mereka perlu didorong untuk membuat peraturan daerah yang berhubungan dengan kebersihan seluruh garis pantai Danau Toba. Dengan adanya perda ini, maka diharapkan pemda akan membangun sistem pembuangan sampah di sekitar pantai danau toba. Kalau boleh memberi usul, menurut saya penerapan denda bagi orang yang membuang sampah di pantai danau toba perlu diterapkan secara ketat dan konsisten.
5. Mereka perlu didorong untuk meningkatkan kerja sama antar kabupaten yang ada disekitar danau toba. Khususnya kerja sama dalam pengelolaan obyek-obyek wisata. Dengan adanya kerja sama yang lebih baik, diharapkan kerja akan lebih efektif dan efisien. Efisien dalam penggunaan waktu, terutama dalam penggunaan anggaran.
Saya membayangkan turis yang memilih untuk berwisata ke Danau Toba tak hanya disuguhi dengan pemandangan Danau Toba saja, tetapi diberi pilihan paket untuk mengunjungi obyek-obyek wisata yang lain. Seperti: wisata alam di Taman Eden, melihat kera di bukit parapat, atarksi gantole di huta ginjang, mandi air panas di sipaholon, dll.
Banyak hal yang bisa diberikan oleh anak rantau untuk Danau Toba. Ada yang memberikan pemikiran, ada yang memberi tenaga dan juga ada yang memberi materi. Namun, selain ketiga hal yang disebutkan di atas, saya rasa kita juga perlu memberi dorongan dan tekanan kepada pemerintah daerah. Dorongan dan tekanan agar mereka sungguh-sungguh melakukan kewajiban mereka, agar mereka lebih memikirkan kepentingan masyarakat dibanding kepentingan pribadi atau kumpulan orang. Sekali-sekali, kita perlu keras kepada pemerintah

CoPast from:http://denitoruan.wordpress.com/2011/05/19/untuk-danau-toba/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar